.


Followers

Sabtu, 14 Agustus 2010

Begitu sumpekkah kehidupan ini...??, satu ibu ingin bunuh diri... seperti latah ibu yang lain pun tak mau kalah...anak-anak yang polos tak berdosa pun harus ikut merasakan getas dari tak berdayanya mereka

Turut berduka cita yang teramat dalam atas mati surinya iman
di dada, dimana kalam-kalam Mu tak lagi terbaca…wajahMu yang terhampar tak lagi
tampak di depan mata… rabun semakin menggelapkan alam semesta… dan rabun pula hati nurani
menerpa…



Begitu sumpekkah kehidupan ini...??, satu ibu ingin bunuh
diri... seperti latah ibu yang lain pun tak mau kalah...anak-anak yang polos
tak berdosa pun harus ikut merasakan getas dari tak berdayanya mereka. Yaa
Allah… mengapa mereka lari dari realitas hidup ini… padahal rahmatMu terbentang
di depan mata…Padahal tak seberdayanya manusia… Engkau masih mempersilahkan
kami memasuki pintu sabar…dan didalamnya pertolonganMu memenuhi langit dan
bumi…sisi –sisi alam semesta…



Persoalan hidup tak sedikitpun terhenti barang sejenak,
walau sekedar meneguk cawan anggur di sore hari…tidak, tarikan nafas adalah
ujian…hanya malaikat saja yang tak menjawab
lembar ujian… dan kita bukan malaikat
yang mampu berpindah dari dimensi ke dimensi yang lain… kita adalah
manusia tanpa sayap pada ilalang yang gersang…





Pada saat air mata meruntuhkan sendi-sendi bumi, siapakah
yang mendengar jeritan hati ibu, perempuan yang lemah ketika ia meratap…?,
ratapan sunyi dan tak berdaya, didera papah dan kemiskinan…siapakah yang dapat
menahan rasa sakitnya, siapakah yang dapat memahami jeritnya, siapakah yang
dapat membuatnya keluar dari himpitan
kalbu did era bisikan dan waswisu…semua seolah berlari mengejar hawa nafsunya…Hawa
nafsu yang tidak memilki mata, telinga dan nurani…




Bukan tak memahami jeritan batinmu, yang seolah merontokkan dedaunan, bagaikan awan mendung yang berarak siap menghujani kita air mata luka derita, duhai ibu… pasar sungguh tak lagi ramah…harga sembako yang melonjak
tajam, susu anak tak terbeli, sekolah tak lagi menjanjikan masa depan,
memaksamu berhutang sana
sini…rentenir mencekik asamu…dan yang paling memilkukan…engkaupun dipaksa
berbagi hati…

duuhhh !!.

Ah…mengapa tak belokkan saja harapan pada sesama kepada
Allah Yang Maha Mendengar, tempat menggantungkan semua harapan, tempat meminta
pertolongan pada saat semua pintu nurani bisu dan tuli..…di sana
… di MihrabNya…tak ada ruang yang sempit apalagi sumpek…seberapa banyak air
mata yang ingin kau tumpahkan… sebanyak itu pula cinta kan kau jelang…




Jangan berputus asa dari Rahmat Allah sebab DIA dalam firman-Nya telah
mengajari kita mengeja :



”Cukuplah Allah bagiku… Allah sebaik-baik penolong”.





Salam Prihatin, Untuk Indonesia Merdeka