.


Followers

Minggu, 28 Februari 2010

Puncak Kenikmatan......

“Sepanjang Allah melimpahi anda, rizki taat kepada Allah dan merasa cukup denganNya, ketahuilah sesunggunya Allah telah menyempurnakan nikmat lahir dan batin kepadamu.”

Setelah membincangkan posisi anda di depan Allah, maka Al-Fudhail bin Iyadl menegaskan, bahwa ketaatan hamba kepada Tuhannya menurut kadar derajat posisi si hamba itu, Dengan kata lain pula bahwa puncak dari kenikmatan itu sesungguhnya adalah ketaatan menjalankan perintahnya secara lahiriyah, dan merasa cukup jiwanya bersama Allah secara batin.
Maksudnya seseorang mengerjakan amaliyahnya semata karena perintah Allah, bukan karena motivasi tertentu. Sang hamba hanya bagiNya, bersamaNya, bukan karena sebab atau akibat tertentu.
Seorang hamba ketika beribadah, akan senantiasa bermusyahadah RububiyahNya. Inilah yang dimaksudkan dengan menegakkan syariat disatu sisi dengan tetap berselaras dengan hakikat.
Sebab dengan cara inilah seseorang bisa meraih keringanan, keselarasan, keparipurnaan dalam hakikat, yakni bebas dari merasa bisa berupaya dan berdaya serta beramal.

Sang hamba akan meraih nikmat agung dan sariguna yang sempurna. Dikatakan bahwa nikmat terbesar adalah keluar dari diri. Ada pula yang mengatakan, nikmat itu adalah apa yang menghubungkan dengan Allah dan memuttuskan dengan makhluk. Bahkan ada yang mengatakan, segala yang tidak mendatangkan penyesalan dan tidak mengakibatkan siksaan, itulah nikmat besar.
Dengan merasa cukup Allah sebagai satu-satunya harapan dan masa depan, maka dia pada saat yang sama akan merasa cukup denganNya.
Oleh sebab itu mulailah dijadikan suatu perspektif yang luhur ke depan:

1. Taat kepada Allah sebagai cita-cita dunia akhirat.

2. Kedamaian hati bersamaNya, dan tidak menoleh selainNya, adalah keparipurnaan hakikat.

3. Bisa beribadah adalah anugerah yang tiba, karena itu sebagai rasa syukur harus dimunculkan setiap ibadah. Ibadah sebagai wujud syukur, bukan beban dan kewajiban.

4. Ibadah dan kepatuhan, adalah bentuk lain dari kehambaan. Dan tidak ada nikmat paling agung ketimbang menjadi hamba Allah.

5. Segeralah kembali dan menuju, suatu kenyataan bahwa ketaatan secara syariat dan hakikat tidak bisa dipisahkan sebagai puncak nikmat



Dari: sufinews.com